Surprise!

Sore ini, Hana sedang sibuk bersiap-siap untuk pergi makan malam bersama keluarganya di luar untuk merayakan hari ulang tahunnya yang ke-18. Ia baru saja hendak masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri.

DING DONG!

Suara bel yang menggema di seluruh rumah membuat Hana mengernyit, “Ah, paling mahasiswanya Ayah mau bimbingan.” ucapnya masa bodoh dan akhirnya masuk ke dalam kamar mandi.

TOK TOK TOK!

Selang beberapa menit setelah bel rumah berbunyi tadi, kali ini dari dalam kamar mandi, Hana mendengar ada orang yang mengetuk-ngetuk pintu kamarnya. Hana berdecak kesal, “Ah, lama-lama makin parah nih sembelit gue.”

Dengan suasana hati yang kesal, Hana yang belum mandi terpaksa harus keluar dari kamar mandi setelah menekan tombol flush pada toilet. Ia kemudian berjalan menuju pintu kamarnya, dan membuka pintu tersebut.

“Bunda? Kenapa, Bun.. aku lagi mau mandi..” keluhnya.

Dengan wajah dan kedua mata yang berbinar, Bunda Hana berseru, “Ada tamu! Ada tamu!”

“Iya, aku dengar tadi belnya. Mahasiswanya Ayah, kan? Apanya yang spesial?” tanya Hana.

“Calon menantu Bunda!”

Hana mengernyit, “Mahasiswanya Ayah ganteng? Mau Bunda jodohin ke aku gitu? Haduh, gak sekarang deh Bun.”

Bunda menggeleng-geleng. Ia tampak tidak bisa lanjut berbicara banyak karena terlalu senang. Ia hanya bisa menarik tangan anak gadisnya menuruni tangga menuju ke ruang tamu di bawah.

“Bun, aku belum mandi!”

Sesampainya Hana di ruang tamu, kedua bola matanya langsung membesar. Orang yang ia kira semakin jauh darinya, sekarang ada di depan matanya, di rumahnya.

“Ha-Hana..” suara orang itu.

“Na-ren..? Kok bisa..”

Sebelum keduanya bertukar kata, Bunda Hana langsung memotong sesi temu kangen keduanya.

“Aduh, Naren! Makin ganteng aja, ya.. ini kamu kenapa gak bilang-bilang mau kesini? Mama kamu juga gak bilang...” ucap Bunda.

“Iya, tante.. Naren emang gak bilang ke Mama mau kesini takutnya dia minta macam-macam, hehe.. Mama taunya Naren liburan sama temen-temen aja.” jelas Naren.

“Oalah.. Naren kesininya sendiri?”

“Iya, tante..”

“Nginapnya nanti dimana? Bukannya keluarga kamu di Jakarta semua?”

“Iya tante, nanti mau nginap di hotel aja,”

“Hotel? Aduh, mending uangnya disimpan aja buat jajan. Kamu nginap disini aja, ya?” ajak Bunda Hana.

“Hah-?” pekik Naren.

“Bun??” pekik Hana yang menggeleng-geleng ke arah Bundanya.

“Emang kita gak ada kamar tamu, tapi kamu bisa tidur di kamarnya mas Tirta aja kok. Kamarnya luas!”

“Bun!”

“Gak usah, tante.. hahaha. Ngerepotin..”

“Ngerepotin apanya!” potong Bunda. “Gak ngerepotin kok, mas Tirta juga pasti mau berbagi kamarnya. Kalau dia gak mau pun, kamu bisa tidur di kamar Hana kok!”

“OHOK!”

“BUNDAAA!!!!!!!”


Alhasil, Naren aman di kediaman Haris. Ia sekarang sedang berada di kamar mas Tirta untuk bersiap-siap karena ia juga diajak untuk ikut dalam makan malam perayaan ulang tahun Hana. Untung saja Naren sudah mengabari Tirta perihal kedatangannya, seandainya ia tidak mengabarkan, bisa saja Tirta tidak mau membagi kamarnya.

“Gimana Balikpapan? Kamu kan udah gak pernah ke sini lagi kan ya setelah pindah?” tanya mas Tirta yang sudah pulang. Tadi ia tiba di rumah tidak terlalu lama setelah kedatangan Naren di kediaman keluarga mereka.

“Berubah banyak ya mas, jadi gak ngenalin.” jawab Naren. “Bandaranya udah modern banget, apalagi jalanannya udah mau kayak di Jakarta gitu..”

Tirta mengangguk pelan, kemudian kembali bertanya, “Kamu serius jauh-jauh dari Jakarta ke Balikpapan gini cuma buat surprise-in Hana?”

Naren tertegun mendengar pertanyaan dari kakak Hana. Ia hanya bisa mengangguk pelan sambil tersenyum tipis, diiringi dengan helaan napas lesu. “Aku juga gak tahu, mas. Padahal bisa aja kalau mau ngomong langsung sama Hana, aku tunggu sampai dia balik ke Jakarta. Tapi gak tau kenapa aku pengen aja ngelakuin ini di hari ulang tahunnya.”

“Ngomong langsung apaan?” tanya mas Tirta bingung.

Naren bergidik ngeri melihat raut wajah mas Tirta yang entah mengapa mendadak serius, ah dia lupa bagaimanapun juga, sebijak apa pun mas Tirta, tetap saja ia adalah seorang kakak laki-laki adik perempuannya.

Naren tertawa canggung, “Biasa kak, anak muda..”

Lantas Tirta memicingkan kedua matanya, “Hoh. Ternyata kepincut beneran, ya?”

Naren benar-benar terdiam tidak tahu harus membalas apa setelah itu.

© hazelnutbbutter, 2022