pulang kuliah
Pukul 14.35.
Setelah kelasnya dibubarkan 5 menit yang lalu, Ezra pun segera keluar dari ruang kelasnya dan pergi ke bangku-bangku yang ada di dekat lift gedung untuk duduk, menunggu sang “pacar” yang di mana ia tahu sendiri bahwa orang yang ia tunggu itu akan muncul tak lama lagi. Ia memainkan ponselnya sambil sesekali melihat ke arah koridor ruang kelas Alesya, jikalau kelasnya sudah bubar.
“Tumben gak langsung pulang, lagi nunggu siapa, Zra?” sapa seseorang sekaligus bertanya.
Ezra menyadari bahwa ada seseorang yang berdiri di depannya. “Eh, Bim.” pekik Ezra setelah menyadari bahwa dirinya sedang disapa. “Enggak ada, kok..”
Orang yang menyapa Ezra adalah Bima, teman seangkatan dan tentunya sejurusannya dan Alesya. And he's not the type of 'friend' you might want to interact with. Namun Ezra termasuk tipe orang yang cukup cuek soal interaksi pertemanan, jadi ia juga tidak terlalu menghindar dari Bima. Toh, mereka juga tidak sedekat itu untuk merasakan ke-toxic-annya.
Tak lama, kelas Alesya sudah dibubarkan dan mahasiswa-mahasiswa dari ruang kelas itu mulai bertumpahan keluar dari ruangan, termasuk dengan sang target yang sedang berjalan ke arah Ezra dan Bima.
“Hai, ketkel.” sapa Bima pada Alesya.
Alesya memicingkan matanya pada pemuda itu sambil seolah berpikir. Do I know you? batinnya. Ya, sampai sekarang, dia memang tidak terlalu bisa mengenali teman sejurusannya kecuali Rosa dan Ezra. Thanks to her ignorance towards people she doesn't care about.
Tak perlu banyak tanya, Bima langsung berceletuk, “Bima. Fisika Bangunan kelas C. Lo kan ketua kelasnya, Le.”
Setelah mendengar itu, Alesya langsung ber-oh, “Oh.. iya.” balasnya kikuk.
“Parah banget, nih teman seangkatannya sendiri gak dikenal.” ledek Ezra.
Alesya memutar kedua bola matanya, “Bodo.” jawabnya ketus pada Ezra.
“Ya udah deh, Bim. Kita cabut dulu.” ujar Ezra lalu beranjak dari posisi duduknya di bangku.
Bima menunjuk keduanya, “Eh? Berarti lo dari tadi nungguin Alesya?” tanyanya penasaran.
Dengan kikuk, Ezra menjawab, “M-mau ketemu dosen kita.” katanya, bohong, tentunya.
“Masa sih.. bukan lagi deket?” celetuk Bima dengan nada meledek sambil menyenggol lengan atas Ezra dengan sikutnya.
“Kepo banget lu.” ketus Alesya, tidak lupa dengan gerakan alisnya yang sinis lalu segera melangkah menjauh dari Bima bersama dengan Ezra, memasuki lift.
Di dalam lift, hanya ada Ezra dan Alesya berdua saja, sehingga gadis itu dapat mengomel sepuas hati. “Kampret. Ngeselin banget sih dia jadi orang.” ia mengeluh, dengan pose tangan terlipat.
“Hahaha,” Ezra hanya bisa tertawa kikuk.
Keduanya pun berjalan berdampingan di dalam area kampus, keluar dari lift, lalu pergi ke parkiran departemen. Sebelum masuk ke dalam mobil, Ezra pun bertanya terlebih dahulu kepada Alesya, “Ini serius lo gak papa, ada Eca nanti?”
Alesya memalingkan pandangannya dari Ezra, “Ya, walau tontonan gue di rumah masih belum kelar, tapi gak masalah sih kalau mau seharian main sama Eca. Toh dia senang-senang aja ketemu gue, kan?”
Ezra tersenyum, “Makasih, ya.” ucapnya. “Tapi sayang juga sih, karena kesempatan gue buat nge-date sama lo jadi gugur.”
“Don't worry, I'll give you another chance.” jawab Alesya. “Atau kalau lo do a good job hari ini, bisa aja gue langsung 'mempertimbangkan', kan?”
Ezra melipat tangannya, “Hm, I'm starting to see that this 'trial dating' thing is a bullshit. Lo beneran suka kan sama gue, sebenarnya?” tanyanya frontal.
Alesya berdehem, “Ekhm. Mulai dah, penyakit narsisnya.” ucapnya. “Udah lah, buru masuk. Udah mau jam 3, anjir.”
“Iya, mbak.” balas Ezra.
© hazelnutbbutter