pulang

Setelah hampir setengah jam menunggu Ezra untuk kembali, yang ditunggu akhirnya pulang juga ke rumahnya. Alesya dapat mendengar suara garasi yang terbuka, lalu tak lama pintu belakang dari arah garasi pun juga terbuka.

“Abang!” seru Eca yang menyadari kepulangan abangnya lalu berlari ke sumber suara.

Alesya yang tadinya sedang bermain berhadap-hadapan dengan Eca pun ikut menoleh ke belakang setelah melihat reaksi Eca.

Ia melihat gadis kecil yang berlari ke pelukan abangnya itu. Sang abang, Ezra pun langsung menggendong adik kecilnya sebagai sambutan.

Ah, akhirnya gue bisa stop neror dia buat pulang. Batin gadis berumur 19 tahun itu. Ia beranjak dari karpet, lalu berjalan ke arah Ezra. “Tugas gue udah selesai, kan? Gue pulang, ya.” ucapnya sambil mengambil tasnya di atas sofa.

“Eh jangan du-”

Eca memotong ucapan abangnya dengan berseru, “Kakak Ale jangan pulang!”

Alesya menoleh ke arah Eca karena kaget akan ditahan pulang oleh si gadis cilik yang ia temani seharian.

“Iya, jangan pulang dulu. Makan malam dulu disini,” timpal Ezra.

“Eca sama Kakak Ale sudah makan malam!” potong Eca. “Kakak Ale ayo main sama Eca aja!”

“Emang iya udah makan?” tanya Ezra, memandang ke arah Alesya.

Gadis itu tak membalas kontak mata sang pemuda dan hanya menjawab dengan sarkas, “Menurut lo? Udah jam segini juga.” sarkas Alesya. “Sori nih, tapi gue mesti pulang, udah dicari bokap. Besok juga kuliah.”

Ezra menatap perempuan itu dalam diam, “Gue anterin lo pulang sampai rumah, deh.” ucapnya lalu menurunkan Eca ke lantai. “Udah malam, jalanan gelap.”

“Gak usah ngide lo. Rumah gue dekat, ya.” balas Alesya ketus.

Ezra menggigiti bibirnya, gimana, ya caranya biar gue bisa nahan dia lebih lama? pikirnya.

“Kakak Ale beneran mau pulang?” tanya Eca yang memeluk betis Alesya.

Alesya pun berjongkok untuk menyamakan pandangannya ke Eca, “Iya, kakak Ale mau pulang. Sudah dicari sama orangtuanya kakak.”

“Dicari Mama Papa kakak Ale?” tanya Eca.

Alesya mengangguk, ia mengelus kepala Eca. “Nanti lain kali kakak Ale main sama Eca lagi,” ucapnya lembut.

Ezra memandang Alesya dengan dalam, lalu tersenyum kecil. Ternyata cewek ini tidak seburuk yang ia kira dalam memperlakukan anak kecil despite being anak tunggal. Rasanya adalah keputusan yang baik untuk meminta tolong kepadanya.

Alesya berjalan ke luar rumah sambil menenteng tote bag-nya. Ezra dan Eca ikut keluar rumah sambil bergandengan tangan, mereka mengantar Alesya sampai masuk ke dalam mobilnya.

Setelah menyalakan mesin dan lampu mobilnya, Alesya menurunkan jendela dan melambaikan tangannya ke arah Eca, tak menghiraukan Ezra sama sekali.

Ini orang, masih aja.. Ezra membatin.

“Dadah, kakak Ale!” Eca melambai-lambaikan tangannya.

“Dadah, Eca~”

“Makasih ya, Le hari ini,” ucap Ezra. “Hati-hati di jalan.”

“Sama-sama.” balas Alesya dengan cool lalu akhirnya pergi menjauh dari pandangan kedua bersaudara ini. Mereka pun kembali masuk ke dalam rumah, Eca berlari ke depan TV sementara Ezra berjalan ke arah dapur setelah mengunci pintu.

Ia merasa lapar karena belum makan malam sebab kelamaan di jalan. Tadinya selagi masih di Bogor, ia ingin membeli oleh-oleh khas kota tersebut, Lapis Talas Bogor namun sayangnya toko yang ia datangi sedang tutup dan tidak ada waktu untuk mencari toko lain soalnya ia harus segera pulang ke Jakarta.

Saat hendak membuka kulkas, ia melihat sesuatu di atas kompor dapurnya. Ada sebuah wajan yang tertutup dengan selembar kertas yang menempel di tutupnya bertuliskan, 'Sori nih gue lancang pakai bahan-bahan di kulkas lo buat gue bikin nasi goreng. Tadi Eca sudah makan, ini masih ada buat lo.'

Ezra menutup mulutnya, berusaha untuk menahan senyumnya yang mulai melebar, Ini cewek makin lama, makin berbahaya buat jantung gue.

© hazelnutbbutter