Meet Up
14.31
Hana baru saja tiba di mall Kota Kasablanka dengan menggunakan ojek online. Dari kosannya yang terletak di Jakarta Pusat, perjalanannya memakan waktu sekitar 30 menit.
“Makasih ya mas. Udah pakai Gopay kan?” tanya Hana untuk memastikan.
“Iya mbak.” jawab sang supir ojek online itu.
Setelah mengembalikan helm kepada supir ojol tersebut, Hana langsung berlari dari pinggir jalan menuju pintu utama mall. Ia sudah tidak bisa menahan rasa laparnya lebih lagi atau ia akan mengamuk.
Hana langsung menuju ke lantai lower ground di mall, dan memasuki salah satu chain restaurant favoritnya, Marugame Udon. Ia memesan chicken katsu curry udon, kemudian mengambil nori tempura dan gyoza. Ia mengakhiri pesanannya dengan lemon tea untuk satu orang.
Setelah membayar makanannya, Hana langsung mengambil tempat duduk yang terletak di pojok agar ia bisa makan dengan tenang tanpa sibuk memperhatikan orang lain.
Di lain tempat..
Brak!
Pintu mobil ditutup. Naren melihat jam tangannya, “Gue gak telat-telat amat kan, ya?” ujarnya pada diri sendiri. “Untung aja weekday jadi gak terlalu macet di depan.”
Dari area parkir, Naren langsung memasuki mall dan segera menuju ke tempat janjian mereka di Marugame Udon. Setibanya di dekat tempat makan tersebut, Naren tidak bisa berpikir dengan baik. Jantungnya entah kenapa berdebar kencang, dan tangannya bergetar hebat.
Ia memegang dadanya, “Kenapa gua jadi deg-degan gini dah.. santuy.. yang dulu cuma cinta monyet. Sekarang bukan apa-apa.”
Naren mendapati sosok gadis yang familiar baginya sedang sibuk makan, dan dengan berani, ia berjalan pelan mendekati gadis itu. Ia mengetuk meja dengan pelan sambil bersuara, “Hana?”
Gadis yang sedang sibuk makan itu memperlihatkan wajahnya dengan jelas, keduanya saling bertatap mata.
“OHOK!”
“Eh, lo gak papa?” tanya Naren.
Hana melambaikan tangannya, “Gak papa, uhuk!” balasnya kemudian meneguk lemon tea. “Aku pikir dia bakal bentukan jamet alay kayak di instagram, tapi kenapa dia jadi ganteng cool begini?”
“Gue boleh duduk?” tanya Naren.
Hana mengangguk, “Iya iya!”
Naren kemudian mendaratkan bokongnya di kursi kosong di hadapan Hana. Suasana menjadi canggung dalam sekejap.
“L-lo gak pesan?” tanya Hana.
“Ah iya!” pekik Naren. “Gue pesan dulu ya?”
Hana mengangguk, dan Naren pun pergi hadapannya untuk memesan makanan juga. Hana mencoba untuk mengatur napasnya, “Perasaan di foto dia gak seganteng itu, deh? Cowok memang aneh.” batinnya lalu kemudian kembali menyeruput udon.
Setelah sekitar 3 menit, Naren kembali dan langsung duduk di hadapan Hana setelah menaruh makanannya di atas meja.
Naren mulai menaburkan cabe bubuk di atas udonnya sambil berusaha untuk memecahkan suasana canggung ini, “Jadi.. lo ada apa ke Jakarta? Liburan?” tanyanya.
“Ooh.. enggak. G-gue pindah.” jawab Hana canggung.
Naren tersenyum kecil, “Kalau masih awkward gue-loan, aku-kamu aja kayak biasa. Gak papa, kok.” ucapnya manis.
“Cih. Aku tau ya, orang sini itu kalau pakai aku-kamu malah baper.” balas Hana.
“Aku enggak? Kan emang waktu kecil kita gak pernah gue-loan?”
“Ya itu beda!” tukas Hana.
Keduanya terdiam, suasana kembali menjadi canggung.
“Anyway... jadi kamu maksudnya kuliah disini gitu?” tanya Naren.
Hana mengangguk, “Iya.”
“Dimana?”
“SM University.” jawab Hana.
Naren mengernyit, “Oh ya? Temen gue ada juga yang kuliah disitu. Temen deket juga. Paling beda jurusan kali ya?” timpalnya.
“Hem.” balas Hana. “Kalau kamu dimana?”
“NEO University.” balas Naren.
“Enaknya, masuk PTN. SB tuh?” tanya Hana lagi.
Naren mengangguk, “Heem.”
“Jurusan?”
“Kedokteran.”
“Sinting.” gumam Hana.
“Hah?” pekik Naren yang tidak mendengar apa yang Hana ucapkan.
“Enggak.”
“Kamu sendiri jurusan apa?” tanya Naren.
“Arsitektur.”
Selepas mendengar jawaban Hana, pergerakan tangan Naren langsung berhenti. “Lah berarti yang dimaksud Jevon...”
“Kenapa bengong?” tanya Hana, membangunkan lamunan pemuda itu.
“Enggak.. temen yang aku maksud tadi itu, anak arsitektur juga di SM.” timpal Naren.
“Masa? Siapa?”
Naren tersenyum iseng, “Emangnya kamu udah ada teman di kampus? Waktu kecil aja kamu kan tertutup dan pemalu banget, hahaha.” usilnya.
“Ngeremehin aja lo.”
“Yeee,”
Lama kelamaan, suasana pun mulai mencair. Mereka pun mengisi waktu mereka untuk mengganti waktu 10 tahun yang hilang kemarin. Sangat tak disangka bahwa mereka bisa kembali dekat seperti dulu.
Mereka pergi ke toko buku, karena Naren sedang ingin mencari buku kedokteran yang disarankan oleh salah satu seniornya, namun tidak ada.
“Nanti cari yang di Matraman coba.” ucap Hana.
Naren tertawa, “Kamu baru dua hari disini, ngomongnya udah kayak orang yang lama tinggal di Jakarta.”
“Lo gak tau aja, tiap tahun gue kesini dari kecil. And I also have a good sense of direction, jadi hapal tempat.”
“Eh kamu katanya kemarin ketemu sama kak Yudhis, sama Wina?” tanya Naren.
“Oh iya, kemarin di Gramed PIM 2.” balas Hana.
Naren hanya tersenyum sambil mengangguk.
Setelah menyelesaikan makanan mereka, keduanya ingin berjalan-jalan di dalam mall.
Namun sebelum itu, Hana izin ke toilet sebentar untuk mengganti pakaiannya. Dress yang Bundanya berikan itu sangat tidak nyaman baginya sehingga ia harus menggantinya menjadi sepasang sweater dan celana jins.
Keduanya telah memutuskan untuk menyelesaikan “temu-kangen” mereka, dan hendak pulang ke rumah masing-masing.
“Aku antar kamu pulang ya? Sampai kosan.” cakap Naren.
“Gak usah..” balas Hana.
“Udah lah. Nanti kalau mamaku dan bundamu tau..”
“Iya deh, oke.”
“Oh yeah, jackpot!” batin Naren sambil tersenyum.
© hazelnutbbutter