Ga Sengaja Ketemu

Waktu sudah menunjukkan pukul 19.30, Hana dan temannya, Jinan masih asik bersenang-senang di Pondok Indah Mall 2 karena om Eko masih belum menyelesaikan urusan bisnisnya di dekat sini.

Namun tidak apa, banyak yang dapat dilihat di mall ini, apa lagi karena om Eko meminjamkan kartu kreditnya dan mengizinkan ponakan kesayangannya berbelanja sepuasnya.

Bunda Hana adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Om Eko, adalah adik Bunda dan juga merupakan paman favorit Hana dan mas Tirta karena kebaikannya.

Om Eko sendiri punya dua anak, tetapi salah satunya, mas Joshua sudah menikah dan tinggal dengan keluarganya sendiri. Kemudian yang bungsu, Jonathan sekarang duduk di kelas 3 SMA.

Kembali ke cerita utama, Hana dan Jinan mengulur waktu di mall dengan menonton film The Box di bioskop tadi sore. Jadi sekarang mereka sedang sibuk window shopping di toko buku.

“Wih, koleksi komik disini lengkap banget!” seru Hana girang. “Eh, ini lagi diskon satu set weh!”

Jinan memutar bola matanya, “Katanya cuma mau cuci mata doang, gak mau belanja beneran..”

“Iya sih, tapi ini..”

“Cuy, mending kamu beli itu alat-alat yang emang disuruh beli sama seniormu.” ucap Jinan sambil menarik tangan Hana dan menjauhi rak komik menuju rak alat tulis.

“Penggaris 30 cm.. 50 cm.. eh apa beli yang 60 cm aja sekalian?” gumam Hana. “Ah, beli masing-masing ukuran satu aja, jadi ada 3. Biar gampang.”

“Anak arsi sultan abis dah.”

Hana sibuk mencari alat-alat tulis yang memang harus ia beli untuk kuliah, sementara Jinan hanya asik memandang hal lain dari sana. Sampai akhirnya matanya tertuju pada seorang pemuda dan gadis berambut pendek di sebelah pemuda tersebut.

“Hm? Kok kayak familiar..” gumam Jinan. Sepersekian detik kemudian, kedua bola matanya membesar. Ia menepuk-nepuk pundak Hana dengan cepat. “Na, Na, Na! Kata kamu, Naren punya satu abang, sama satu adek cewek kan?”

Hana tak berbalik ke arah Jinan, matanya masih tertuju pada tumpukan penggaris. “Hm. Kak Yudhis sama Wina. Kan aku pernah kasih liat fotonya.”

Yea, exactly. Makanya aku jadi tau muka mereka.” balas Jinan.

“Ya udah sih.”

“Yang itu kan ya?” tanya Jinan sambil menunjuk ke arah dua orang yang ia maksud berdiri di area rak buku.

Hana mengernyit, matanya pun ikut menyusuri arah dari jari telunjuk temannya.

“Anjir!” setelah melihat apa yang Jinan tunjuk, Hana segera menyembunyikan dirinya.

“Kenapa?” tanya Jinan. “Udah lama gak ketemu, sapa aja sih.”

Hana menggeleng, “Aku sama Naren kan gak pernah berhubungan selama ini, lucu juga nanti kalau mereka mikir darimana aku bisa tau muka mereka yang sekarang.”

“Alay deh.” ledek Jinan. “Tapi si Naren-Naren itu yang mana dong? Kok gak ada satupun juga yang mirip Naren sama mereka?”

Hana hanya diam. Ia perlahan mulai beranjak dari posisi jongkoknya.

“Mereka ke arah sini.”

“HAH?”

Dengan secepat kilat, Hana dan Jinan segera melarikan diri dari area alat tulis menuju area komik lagi.

“Mau beli apa lagi sih dek?” tanya Yudhis kepada Wina yang berjalan dengan girang menuju rak alat tulis.

Brush pen.” balas Wina.

“Apa lagi itu..” geram Yudhis. “Kalau gitu gue mau ke tempat komik aja ya. Mau baca One Piece.”

“Iye.”

Yudhis berjalan menuju area komik, ia melihat salah satu gadis yang familiar baginya. Ia ingat, itu perempuan yang ia lihat di instagram gara-gara kedua adiknya kemarin.

“Hana?” ujar Yudhis.

Oopsie daisy. Pada akhirnya Hana tertangkap juga. Ia baru sadar kalau Yudhis sudah berdiri di depannya, ditambah ternyata Jinan juga sudah menghilang entah kemana sehingga ia hanya sendirian disini.

“S-siapa ya?” tanya Hana, ia pura-pura untuk tidak mengenali pemuda yang ada di depannya ini.

“Ini Yudhis! Kak Yudhis!”

“Y-Yudhis siapa..?” Hana masih pura-pura tidak tahu.

“Kak Yudhis, kakaknya Naren masa gak inget sih? Naren kan temenmu waktu kecil di Balikpapan.” jawab Yudhis.

“O-oh! Kak Yudhis! Naren.. oh iya!” balas Hana gugup.

“Apa kabar kamu? Ada apa nih di Jakarta? Main-main doang atau gimana?” tanya Yudhis.

“Eeh-”

“Kayud!! Gue udah nih milih brush pen-nya. Bayar yok.” seru seorang gadis berambut pendek yang sudah pasti itu adalah Wina yang sedang berlari pelan menghampiri Yudhis.

“Pas banget. Eh dek, ini nih. Si Hana.” ujar Yudhis pada Wina.

“Hana?” tanya Wina. “Hana, Hana, Hana... oh kak Hana!”

“Hana inget gak? Ini Wina, adeknya Naren.” ujar Yudhis.

“Oh iya!”

“Wih sayang banget kak Naren gak ikut nih.” ucap Wina. “Kak Hana cantik banget!”

“Hahaha.. makasih..” Hana hanya bisa tertawa canggung sambil sibuk mencari keberadaan Jinan dengan matanya.

Yudhis menyadari itu. “Oh kamu lagi sama orang ya?”

“Iya kak, hehehe..”

“Ya udah, kalau gitu kita duluan dulu ya. Kapan-kapan ketemu lagi.” ucap Yudhis.

“Kak Hana nomornya berapa? Biar aku kasih kak Naren supaya bisa chat-an.” kata Wina.

“Eeh-”

“Sst. Udah. Kita ke kasir aja.” ucap Yudhis yang kemudian menarik tangan Wina menjauh dari pandangan Hana.

Akhirnya Hana bisa menghela napasnya. “Ya elah si Jinan pakai acara ngilang segala di saat-saat kayak begini..” batinnya.

“Hei! Gimana tuh ketemu sama calon ipar?” ledek Jinan yang akhirnya menampakkan batang hidung entah darimana di depan Hana.

“Dari mana aja sih kamu?!”

“Hehehe..”

© hazelnutbbutter