daily date

Seperti hari-hari biasanya, sepulang kuliah di sore hari, Ezra dan Alesya pergi kencan berdua, sekecil apapun kencan itu. Entah mulai dari makan batagor di pinggir area kampus, nonton di bioskop, sampai makan mewah, ataupun sesimpel ngerjain tugas bareng di co-working space seperti yang mereka akan lakukan hari ini.

Karena setiap hari mereka selalu berduaan, 5 per 7 hari dalam seminggu dihabiskan bersama. Weekend adalah waktu mereka untuk berpisah dan fokus dengan waktu bersama keluarga. Itu adalah rutinitas mereka selama 2 bulan ini.

“Denah tipikal kamu udah jadi?” tanya Ezra dengan laptop di hadapannya, dengan software Revit yang sedang terbuka.

Alesya mengangguk sambil menyeruput es matcha-nya. Tak lupa juga ia sibuk dengan iPad-nya, sedang mencoret-coret sesuatu. “Tapi gue kerjainnya di desktop.”

Ezra pun mengangguk. Kemudian ia mulai menyadari perilaku Alesya yang dari tadi sibuk mencoret-coret di iPad-nya. “Stupa?” tanyanya.

*STUPA : Studio Perancangan Arsitektur/SPA, mata kuliah wajib di jurusan Arsitektur dan memiliki 5-6 tingkat (tergantung universitas). Ada universitas yang SPA 1 mulai dari semester 1, ada juga yang baru mulai dari semester 2.

“Hmm.” Alesya membalas, “Argh, gimana ya bagusnya ini eksterior?!”

Ezra pun menggeserkan bokongnya untuk duduk lebih dekat dengan Alesya, dan melihat coretan di iPad-nya. “Tentu saja, seperti biasa, Mbak Alesya classic architecture enthusiast.” ujarnya. “Itu mah kamu nyari susah sendiri, sayang.. desain rumah sakit kelas A pakai arsitektur klasik. Kita masih semester 4..”

Alesya memutar kedua bola matanya kesal, “Daripada kayak lo, arsitektur modern terus, gak ada tantangannya sama sekali.”

“Hahahah, inilah yang bikin gue suka sama lo.” balas Ezra gemas sambil mengacak-acak rambut Alesya. “Judes.”

“Ih, tolol.”

Ezra pun kembali ke posisi duduk awalnya dan mulai fokus mengerjakan tugas di laptopnya. Kedua sejoli itupun akhirnya sibuk masing-masing.

“Alesya?”

Sang empunya nama dan juga Ezra refleks menengok ke sumber suara. Di hadapan mereka, ada seorang pria berparas tampan yang tampak lebih tua dibanding mereka, berpakaian rapi dengan postur tubuh yang baik, membuat penampilannya terlihat sangat dewasa.

Awalnya Alesya terdiam, berusaha mengingat siapa pria yang mengenalinya ini. Namun akhirnya, ia pun berhasil mendapatkan ingatannya hingga tersenyum lebar. “Mas Abizar?” pekiknya.

Hah, siapa nih? Mas? Kenapa Ale jadi senyum sumringah gitu? Gue baru lihat dia senyum begini? batin Ezra yang dari tadi hanya diam dengan canggung.

“Ya ampun, sudah gede aja kamu, jadi cantik, deh!” ucap pria yang Alesya panggil Mas Abizar itu.

Heh, apa ini?

“Mas Abi juga tambah ganteng, keren!” senyum Alesya.

What the what what? Ale aja gak pernah bilang gue ganteng?!

“Ah, Ale.. eh ini kamu lagi ada temen, ya? Mas duluan aja kalau gitu.” Abizar pamit, kemudian mengeluarkan kartu nama dari dompetnya, lalu ia berikan kepada Ale. “Ini nomornya Mas.”

First of all, gue cowoknya Ale. Kedua, yak monggo silakan pergi. Ketiga, ngapain lu ngasih nomor ke Ale?!

“Eh, gak papa, Mas Abi! Kita ngobrol-ngobrol!” ucap Alesya, menahan Mas Abizar yang hendak pergi.

WHAT?!

“Ini namanya Ezra, mas.” ucap Alesya, memperkenalkan sang pacar yang dari tadi hanya planga-plongo sambil ngebatin.

Ezra mengulurkan tangannya, “Ezra.” ucapnya sambil tersenyum masam.

“Abizar.” Abizar menjawab. Keduanya berjabat tangan, diikuti oleh Abizar yang duduk di kursi samping Alesya. “Ah, iya. Sekalian kamu saya kasih business card saya juga.” ujarnya sambil memberikan kartu nama yang baru kepada Ezra.

Ezra menerima dan membaca kartu nama tersebut.

Abizar Al Fareza Advokat & Konsultan Hukum +62-811-xxx-xxxx

Hmm?

“Sudah lama banget gak ketemu ya, mas!” seru Alesya girang.

“Ini kamu sudah kuliah ya? Semester berapa?” balas Abizar dengan ramah.

Jujur, ini pertama kalinya Ezra melihat Alesya senyum selebar dan terlihat sebahagia itu selama 6 tahun mengenalnya. Hal ini membuat dirinya menjadi somehow insecure.

© hazelnutbbutter