Birthday Party
Hari mulai menggelap. Di kosan, Hana bersama kedua temannya, Jinan dan Yuna sudah siap untuk pergi ke pesta ulang tahun sederhana ke-18 teman kecilnya, Naren. Gadis itu juga sudah mendapat kabar dari Wina kalau ia baru saja tiba dan akan menjemputnya di lobi kosan.
Ketiga teman itupun segera menuruni tangga sesaat telah mendapat kabar dari Wina, kemudian mereka melihat sosok remaja perempuan yang sedang melambai-lambaikan tangannya kepada mereka. Ya, itu Wina.
“Halo, kakak-kakak!” sapanya. “Eh, kak Hana cantik, banget...” pujinya setelah melihat penampilan Hana yang berbeda dari biasanya. Malam ini, Hana mengenakan pakaian semi formal yang ia bawa dari kota asalnya. Bukan dress tentunya karena dia tidak terbiasa memakai pakaian ber-rok. Cukup dengan kemeja satin berwarna abu-abu yang dipadukan dengan blazer hitam, dan celana jeans andalannya dapat membuatnya terlihat luar biasa malam ini. Ah, tidak lupa dengan riasan wajahnya. Hana memang bukan seorang pemerhati pakaian, tetapi ia adalah orang yang sangat memperhatikan riasan wajahnya.
“Hahaha, enggak kok.. makasih lho tapi.” balas Hana dengan canggung. “Oh iya, kenalin. Ini Wina, adiknya Naren. Wina, ini teman aku dari Balikpapan, Jinan. Terus ini teman satu jurusan aku, Yuna. Kita semua ngekos disini.”
“Wah, salam kenal, kakak-kakak!” seru Wina sambil tersenyum manis pada Jinan dan Yuna. “Kalau gitu, kita pergi aja yuk sekarang!”
“Oke,” balas Hana.
“Fix, dia extrovert.” bisik Jinan pada Yuna, membicarakan Wina.
Ketiga dari mereka pun masuk ke dalam mobil lalu disapa oleh pria yang duduk di kursi pengemudi, itu adalah kak Yudhis dengan senyuman lebarnya menyambut ketiga gadis itu.
“Hai lagi, Hana!” sapanya.
“H-halo, kak.” balas Hana kikuk. “Oh iya, ini kak Yudhis, kakaknya Naren. Kak, ini Jinan sama Yuna.
“Halo, kalian.” salam Yudhis.
“Halo, kak.” balas Jinan dan Yuna.
“Anjir, cakep kakaknya.” bisik Yuna pada Jinan.
Tak lama, mobil pun mulai berjalan. Ah, ini adalah jam pulang kerja. Jalanan jadi macet apalagi ini adalah Jakarta. Akhirnya perjalanan mereka harus memakan waktu selama sekitar 45 menit karena lumayan macet, namun akhirnya mereka sampai juga di destinasi terakhir mereka.
Di dalam rumah Naren..
Ketiga teman Naren sudah lengkap berada di kediaman keluarga Ardiansyah, sedang sama-sama duduk di sofa yang berada di ruang tamu sambil bermalas-malasan. Sebenarnya Naren bingung mengapa pestanya belum dimulai padahal ketiga temannya sudah datang. Sampai ia akhirnya baru sadar kalau kakak dan adiknya tidak ada di dalam rumah.
“Men. Abang sama adek lo pada kemana?” tanya Renan.
Naren mengedikkan kedua pundaknya, “Nah kamanya gue bingung.” balasnya lalu pergi bertanya ke Mamanya di dapur, “Ma, adek sama kak Yudhis mana?”
Mama Yurina tersenyum sumringah lalu menjawab, “Ambil kado buat kamu.”
“Ah.. oke, Ma.” balas Naren santai lalu kembali lagi ke ruang tamu untuk bertemu dengan ketiga temannya. “Ambil kado katanya.”
Renan yang merasa pertanyaan terjawab hanya mengangguk-angguk mengerti sambil mengemili cemilan yang ada di meja tamu.
“Na.” panggil Jevon.
“Oi.”
“Lo gak ngundang Hana?” tanyanya.
“HANA? HANA ADA?” seru Hegar yang tadi hanya diam-diam sambil main Nintendo Switch milik Naren langsung terperanjat.
Naren menggeleng, “Kagak.”
“Kenapa?” tanya Jevon.
“Ya, gak papa.” balas Naren acuh tak acuh.
Renan terkekeh, “Kalau dia bentar tiba-tiba nongol, gua bakal ketawa sih.” ledeknya.
“Mana ada.” sanggah Naren walau sebenarnya dari lubuk hatinya yang paling dalam, ia sangat ingin merayakan ulang tahunnya bersama cinta pertamanya. Tapi ia tidak memiliki keberanian untuk mengundangnya karena mereka baru saja bertemu kembali setelah 11 tahun, dan masih belum seakrab dulu lagi.
Saat itu, pintu depan rumah terbuka tanpa aba-aba, tanpa ketukan atau bel sekalipun yang membuat Naren sedikit kaget. Ia kira ada maling yang masuk ke rumahnya.
“Kita pulang!” seru Yudhis yang muncul dari pintu itu.
Naren menghela napas lega, ternyata itu hanya kakaknya, bukan maling. “Adek mana? Katanya sama elu?” tanyanya.
“Ada kok.” balas Yudhis cuek lalu pergi ke dapur untuk mencomoti makanan yang telah dibuat oleh Mama, walau gagal karena tangannya disentil dan ia jadi mengundang omelan sang Ibunda.
Naren menaikkan sebelah alisnya bingung karena jawaban kakaknya yang tidak pasti. Akhirnya ia beranjak dari sofa, dan berjalan ke arah pintu, hendak keluar rumah untuk mencari adiknya. Eh bukannya bertemu sang adik saja, ia juga bertemu seseorang yang.. ia tidak sangka akan berada disini.
“Mau kemana, kak?” tanya Wina yang bingung melihat Naren yang berdiri di dekat pintu. “Ini kak Hananya udah datang padahal.”
“Ini.. kenapa dia..?” ucap Naren dengan terbata-bata sambil menunjuk perempuan yang ada di depannya dengan tangan gemetaran.
Perempuan yang ditunjuk Naren tidak lain adalah Hana. Hana tersenyum canggung, “S-sebenarnya Mama kamu yang ngundang aku kesini.. Ah! Ini hadiah buat kamu.. dibukanya nanti aja ya pas lagi sendiri.”
“O-oke.. makasih.” ucap Naren.
Sepersekian detik setelah Hana membalas Naren, Mama Yurina langsung menampakkan dirinya. “Hana!” serunya sambil menghampiri Hana dengan girang. “Akhirnya datang juga.. ini teman-teman kamu, ya?”
“Iya, tante.”
“Ya udah, masuk aja yuk. Udah siap semua kok.” ajak Mama dengan ramah.
Pesta ulang tahun sederhana Naren berjalan dengan sangat lancar. Tidak disangka ternyata Jinan dan Yuna bisa berbaur dengan Hegar dan Renan. Lalu bagaimana dengan Jevon? Jevon asik berbincang dengan Hana dan seakan lupa akan keeksistensian Naren. Akhirnya si birthday boy hanya bisa pergi dari ruang tamu menuju ke ruang makan, dimana keluarganya berada sambil menyaksikan kegiatan di ruang tamu.
“Jevon kayaknya akrab banget ya sama Hana.” ucap Papa.
“Sampai Naren terkucilkan, wahaha.” ledek Yudhis.
“Kan mereka satu kampus, satu jurusan. Wajar aja sih.” balas Naren sambil mengambil segelas air tanpa melepaskan pandangannya dari Hana dan Jevon.
“Kak Naren gak cemburu?” tanya Wina.
“Cemburu kenapa?” balas Naren cuek.
“Mama padahal maunya kamu yang sama Hana..” ucap Mama dengan nada kecewa. “Tikung aja, kak.”
“Ma..” Naren memicingkan matanya kepada sang Mama. “Mereka cuma temenan tau.” lanjutnya lalu ia mulai meneguk air yang dari tadi ia pegang.
“Ya kamu sama Hana juga temenan, tapi bakal nikah!” ujar Mama.
“OHOK!” Naren langsung tersedak dengan air yang sedang ia minum. “Ma?!” tegurnya lalu segera melihat ke arah ruang tamu. Untung saja, mereka sepertinya tidak mendengar ucapan Mama.
“Pokoknya kalian berdua harus nikah. Mama sama Bundanya Hana udah janjian. Ah, tapi nikahnya tunggu Yudhis dulu. Kasihan kalau dilangkahin.” ucap Mama.
Papa, Yudhis, dan Naren tidak bisa berkata apa-apa.
“Kak Yudhis apa gak mau dijodohin juga, Ma?” tanya Wina.
Mama menggeleng, “Kasihan ceweknya.”
“MAMA????” seru Yudhis.
© hazelnutbbutter, 2022