000. As Per Usual
2,5 tahun terlewati, Keluarga Wijaya telah merampungkan reality show D'Wijayas setelah tayang sebanyak 100 episode di TV. Tidak ada niatan bagu keluarga ini untuk melanjutkan ke Season 2. Mereka selesai shooting sudah lebih dari 5 bulan yang lalu dan sekarang, mereka kembali melanjutkan kehidupan sehari-hari Keluarga Wijaya seperti biasa, tanpa kamera di seluruh sudut rumah.
Hari ini adalah hari Jumat siang, sekitar jam 13.00 di mana waktu Jumatan telah selesai. Sesampainya di rumah, para pria Wijaya, Papa, Dean, Tian yang datang berkunjung, Sean, dan Joan berkumpul di ruang keluarga dan duduk di sofa lalu menghela napas.
“Haah..”
“Kenapa kok bisa kompak gitu?” tanya Shia yang dari tadi duduk di sofa ruang keluarga sambil mengupas kulit kuaci itu terbingung melihat ayah dan empat saudaranya yang terlihat kecapekan.
“Si Sean habis berantem sama maling sendal di masjid.” balas Tian. Satu masjid pada nontonin kita. Malu banget, heran.”
“Kita yang ngelerai juga ikut malu.” timpa Dean sambil menutup wajahnya dengan satu tangan.
“Itu sandal hasil gue ngemis ke stylist gue, tau! Mahal!” protes Sean dengan wajahnya yang masam itu.
“Udah tahu mahal, malah dipakai Jumatan. Tolol.” maki Joan kepada kakaknya.
“Heh.” sahut Sean.
“Ck, adek. Bahasanya.” decak Papa sambil memukul pelan lengan atas Joan yang membuat ia manyun sambil mengelus lengannya itu.
“Kan harus memakai pakaian terbaik katanya kalau Jumatan.” lanjut Sean, membela dirinya.
“Pakaian mah, ya pakaian aja, jangan segala pakai sandal Gucci asli ke masjid, lah! Orang mau beribadah, bukan photoshoot...” ketus Joan.
Shia hanya bisa menggeleng-geleng keheranan dengan ulah kedua saudaranya itu sambil lanjut mengupas kulit kuaci sembari menonton berita di TV.
Tangan Sean pelan-pelan menyelinap ke piring yang berisikan banyak kuaci yang sudah terkelupas. Namun sebelum tangannya berhasil mengambil kuaci tersebut, Shia langsung sigap menebasnya.
PLAK!
Shia memukul tangan Sean dengan agak keras. “Orang tolol dilarang makan. Lagian gue kupas duluan biar bisa langsung gue makan!” tukasnya.
Papa yang melihat percekcokan anaknya lagi, hanya bisa menepuk jidat lalu memilih untuk meninggalkan ruang keluarga menuju ke ruang kerjanya.
Baru beberapa detik ditinggal sang ayah, tampaknya pertengkaran si kembar ini mulai memanas.
“SAKIT, ANJING!” seru Sean.
“Ya kalau lo mau kuaci, beli sendiri sana.”
“Sial, pelit amat.”
“Daripada elo, udah miskin, tolol lagi.” balas Shia.
“Astagfirullah,” ucap Dean sambil mencubit tulang hidungnya. “Emang gak harusnya gue gak usah sewain tuh apartemen gue kemarin..”
“Dah, gue bubar. Mau lanjut nyusun skripsi.” kata Joan, yang hendak beranjak dari sofa untuk kabur dari pertikaian kembar Wijaya ini.
“Gue juga mau balik. Ada pre-natal class bentar. Naya di library kan sama Mama?” tanya Tian.
“Hooh,” balas Shia.
PLAK!
“DIBILANGIN KAGAK YA KAGAK!” seru Shia setelah menepis kasar kembali tangan Sean yang mencoba lagi mengambil kuacinya.
“Karena pelit begini nih, makanya lo gendut!” ledek Sean.
“Apa?!” seru Shia lalu mulai menjambak kepala Sean.
“AAAAA!!! SAKIT BADROL!!” jerit Sean sambil menepuk-nepuk keras tangan Shia yang menjambaknya.
“Ih anjay, gak jadi balik gue. Seru.” ujar Joan yang kembali duduk di sofa.
“Juga.” timpa Tian yang ikut duduk kembali.
“Aduh! Dek!” pekik Dean lalu berusaha untuk melerai keduanya dengan melepasnya tangan Shia dari kepala Sean. “Kalian ini sudah 26 tahun masih aja kayak anak kecil!”
Sssrrt!
Si sulung pun berhasil melepaskan tangan Shia dari kepala Sean, namun tampaknya di tangan Shia terdapat kumpulan rambut yang rontok. Sean yang melihat isi tangan Shia lantas kaget lalu berdiri dan berjalan ke cermin terdekat untuk memeriksa kepalanya.
“SHIANJING!!!!”
© hazelnutbbutter